Dalam rangka meningkatkan tertib
administrasi PPN, DJP akan menerapkan kebijakan pengawasan PKP dalam
bentuk pengendalian pemberian nomor Faktur Pajak secara jabatan mulai
tanggal 1 Maret 2013 untuk penerbitan Faktur Pajak mulai tanggal 1
April 2013.
Kebijakan tersebut diatur dalam
Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-24/PJ/2012 tanggal 22
November 2013, tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan,
Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan
atau Penggantian, Dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak yang akan
berlaku efektif untuk penerbitan Faktur Pajak mulai tanggal 1 April
2013.
Dalam peraturan tersebut, Penomoran
Faktur Pajak tidak lagi dilakukan sendiri oleh PKP, tetapi dikendalikan
oleh DJP melalui pemberian nomor seri Faktur Pajak yang ditentukan
bentuk dan tata caranya oleh DJP.
Untuk mendapatkan nomor seri Faktur Pajak, PKP melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
-
Mengajukan surat permohonan kode aktivasi dan password secara tertulis ke KPP tempat PKP terdaftar.
-
Surat pemberitahuan kode aktivasi
akan dikirimkan lewat POS ke alamat PKP, sedangkan password akan
dikirimkan lewat alamat surat elektronik (e-mail).
-
Mengajukan surat permintaan nomor seri Faktur Pajak ke KPP tempat PKP terdaftar untuk kebutuhan 3 (tiga) bulan
-
Selanjutnya PKP akan mendapatkan surat pemberitahuan nomor seri Faktur Pajak untuk digunakan dalam penomoran Faktur Pajak
Hal-hal yang harus diperhatikan PKP adalah sebagai berikut:
-
Dalam hal terdapat perubahan alamat
PKP, sehingga terjadi perbedaan antara alamat yang sebenarnya dengan
alamat yang tercantum dalam Surat Pengukuhan PKP, maka PKP harus segera
melakukan pemberitahuan update alamat ke KPP tempat PKP terdaftar
supaya pada pengiriman surat pemberitahuan kode aktivasi dapat diterima
sesuai dengan alamat.
-
Mempersiapkan alamat surat elektronik
(e-mail) untuk korespondensi pemberitahuan e-mail dan surat
pemberitahuan kode aktivasi/surat pemberitahuan penolakan kode aktivasi
yang kempos.
Ketentuan-ketentuan baru yang diatur dalam Peraturan tersebut adalah:
-
Kode dan nomor seri Faktur Pajak
terdiri dari 16 (enam belas) digit yaitu: 2 (dua) digit kode transaksi,
1 (satu) digit kode status, dan 13 (tiga belas) digit nomor seri Faktur
Pajak.
-
Nomor seri Faktur Pajak diberikan oleh DJP melalui permohonan dengan instrumen pengaman berupa kode aktivasi dan password.
-
Identitas Penjual dan Pembeli, terutama alamat harus diisi dengan alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya.
-
Jenis Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak harus diisi dengan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya
-
Pemberitahuan PKP/pejabat/pegawai
penandatangan Faktur Pajak, harus dilampiri dengan fotokopi kartu
identitas yang sah yang dilegalisasi pejabat yang berwenang.
-
PKP yang tidak menggunakan nomor seri
FP dari DJP atau menggunakan nomor seri FP ganda akan menyebabkan
Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak tidak lengkap.
-
Faktur Pajak tidak lengkap akan
menyebabkan PKP Pembeli tidak dapat mengkreditkan sebagai Pajak Masukan
dan PKP Penjual dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dengan diterbitkannya peraturan
tersebut yang akan diberlakukan mulai tanggal 1 April 2013 diharapkan
Pengusaha Kena Pajak dapat mempersiapkan diri untuk menyesuaikan
penomoran Faktur Pajak dan apabila PKP memerlukan penjelasan lebih
lanjut dapat menghubungi KPP tempat PKP dikukuhkan atau melalui kring
pajak 500200.
Harapan Pemerintah dengan
diterbitkannya peraturan tersebut dapat memberikan pelayanan dan
kenyamanan kepada seluruh PKP khususnya PKP yang melaksanakan kewajiban
perpajakan secara baik dan benar sehingga dapat terlindungi dari segala
bentuk penyalahgunaan Faktur Pajak dari pihak-pihak yang tidak
bertanggung jawab.
Dengan peraturan ini sangat diharapkan
partisipasi peningkatan kepatuhan kewajiban perpajakan PPN oleh
Pengusaha Kena Pajak, yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi
yang signifikan untuk bangsa dan negara dalam percepatan pembangunan.
Pengusaha Kena Pajak yang dikecualikan
dari tata cara penomoran nomor seri Faktur Pajak sebagaimana diatur
dalam PER-24/PJ/2012 adalah ini:
No |
Sektor Usaha/Nama Perusahaan |
Nama Dokumen |
Keterangan |
1 |
Industri Perbankan |
Bukti Tagihan |
Penyerahan jasa perbankan |
2 |
Perusahaan Efek |
Bukti Tagihan |
Penyerahan jasa efek |
3 |
Perusahaan Air Minum |
Bukti Tagihan |
Penyerahan air bersih |
4 |
Perusahaan Listrik |
Bukti Tagihan |
Penyerahan listrik |
5 |
Perusahaan Angkutan Udara Dalam Negeri |
Tiket, airway bill atau delivery bill |
Penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri |
6 |
Perusahaan Jasa Telekomunikasi |
Bukti Tagihan |
Penyerahan jasa telekomunikasi |
7 |
Perusahaan Jasa Kepelabuhanan |
Nota penjualan jasa |
Penyerahan jasa kepelabuhanan |
8 |
Retailer |
Struk belanja |
Semata-mata menjual eceran |
9 |
Bulog/Dolog |
Surat Perintah Penyerahan Barang |
Penyerahan tepung terigu |
10 |
Pertamina |
Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) |
Atas penyerahan bahan bakar minyak dan bukan bahan bakar minyak |
11 |
Perusahaan Eksportir |
Pemberitahuan ekspor |
Semata-mata ekspor BKP, ekspor jasa dan ekspor BKP tidak berwujud |
12 |
Perusahaan selain tersebut di atas |
Nota penjualan, faktur penjualan, faktur pajak tidak dengan identitas pembeli dan tanpa tanda tangan penjual |
Semata-mata atas penyerahan BKP/JKP yang yang dilakukan secara eceran (tanpa pemesanan, dilakukan door to door atau melalui tempat khusus, dan biasanya dilakukan secara tunai) |
Keterangan:
-
Dalam hal perusahaan tersebut di atas, ternyata menyerahkan barang kena pajak atau jasa kena pajak selain yang disebutkan pada kolom keterangan, maka perusahaan tersebut masih berkepentingan untuk meminta nomor seri faktur pajak.Sebagai
contoh perusahaan tersebut di atas menyewakan gedung atau properti
perusahaannya kepada PKP lainnya, maka untuk transaksi tersebut
perusahaan tadi harus menerbitkan faktur pajak lengkap dengan nomor
seri dari DJP.
-
Perusahaan yang menerbitkan faktur
pajak dengan tanpa identitas pembeli sebagaimana dimaksud pasal 14 UU
PPN tetap harus mencantumkan nomor seri faktur pajak yang diberikan DJP.
sumber: Direktorat P2Humas